Looking For Anything Specific?

ads header

The Book of Ikigai Karya Ken Mogi, Menjalani Hidup Dengan Bermakna

ikigai


The Book of Ikigai (Make Life Worth Living), sebuah buku karya Ken Mogi, Ph.D. Sudah lama aku mengantre buku ini di aplikasi ipusnas. Akhirnya aku bisa meminjamnya minggu lalu, dan sudah kutamatkan dua hari lalu. Buku ini menceritakan beberapa kisah inspiratif tokoh di Jepang, tentang menemukan ikigai mereka.

Di era di mana kemenangan dan pengakuan orang lain amat diagungkan, masih bisakah menjalani hidup dengan bermakna jika kita adalah orang yang biasa? Kaum medioker, kelas menengah yang tidak punya sesuatu untuk ditonjolkan. Ternyata, menurut buku ikigai ini bisa, lho.

Sebelum lanjut ke isi bukunya, berikut identitas bukunya:

Judul: The Book of Ikigai: Make Life Worth Living)

Penulis: Ken Mogi, Ph.D.

Penerbit: Penerbit Noura (PT Mizan Publika)

Penerjemah: Nuraini Mastura

Tahun terbit: 2018

Baca di: iPusnas


Isi "The Book of Ikigai"

Ikigai berasal dari kata "iki" yang berarti hidup dan "gai" yang berarti alasan. Jadi, bisa disimpulkan bahwa ikigai adalah alasan atau makna hidup. Di awal buku, penulis menuliskan 5 pilar ikigai, yaitu:

1. Awali dengan hal kecil

2. Bebaskan dirimu

3. Keselarasan dan kesinambungan

4. Kegembiraan dari hal-hal kecil

5. Hadir di tempat dan waktu sekarang

Penulis menceritakan berbagai kisah tokoh di Jepang untuk mencontohkan kelima pilar tersebut. Misalnya, pilar pertama mengawali dengan hal kecil, penulis menceritakan tentang seorang penjual ikan tuna yang setiap hari bangun pukul 2 pagi. 

Agar bisa mendapat ikan tuna dengan kualitas yang bagus, ia rela datang ke pasar ikan lebih awal. Caranya memilih ikan pun tidak sembarangan. Kebanyakan orang memilih ikan dengan memperhatikan warnanya, terlihat segar atau tidak. Namun, si penjual ikan tersebut sampai memeriksa bagian tertentu pada ikan untuk memastikan kualitasnya memang bagus. Hal-hal kecil seperti itu sangat ia perhatikan.

Kemudian pilar bebaskan dirimu, yang sangat berhubungan dengan menerima diri sendiri. Menerima diri sendiri bukanlah hal yang mudah. Kita harus menghilangkan imajinasi tentang diri kita, mulai jujur melihat ke dalam diri sendiri. Tak perlu takut dihakimi atau diremehkan orang lain. Dengan menerima dan memahami diri sendiri, maka kita akan bisa menjawab, apa  yang sebenarnya membuat kita bahagia.

Tidak ada formula mutlak bagi kebahagiaan. Setiap kondisi unik dalam hidup bisa menghadirkan fondasi bagi kebahagiaan dengan cara uniknya sendiri.

Tak peduli bahwa hal tersebut adalah hal-hal kecil sesederhana membuat teh (di buku ini juga diceritakan kisah seorang pembuat teh. Saking sukanya ia membuat teh, ia tidak menggunakan mesin teh pemberian seseorang dan memilih membuatnya secara manual), menulis, membaca buku, atau menemukan ikan tuna kualitas terbaik. 

Kegembiraan terhadap hal-hal kecil ini justru yang membuat kita tak terlalu mengkhawatirkan hal lain atau insecure. Membebaskan diri dan mengawali dengan hal kecil yang terus dilakukan secara konsisten akan menumbuhkan keselarasan dan kesinambungan. Ikigai akan mendorong kita untuk terus bergerak dan tetap maju.

Lalu, bagaimana jika kita sudah bergerak dan berkarya tetapi tidak ada yang melihat? Ikigai adalah suatu motivasi dari dalam diri. Walaupun tidak ada yang melihat, mengakui, atau kalah sekalipun, jika hal itu membuat hidup menjadi bermakna, maka lenjutkanlah.

Buatlah musik, meski tak ada seorang pun yang mendengar. Lukislah sebuah gambar, meski tak ada seorang pun yang melihat. Tuliskan sebuah cerita singkat yang tak akan dibaca orang. Kesenangan batin dan kepuasan akan lebih dari cukup untuk menyemangati untuk terus hidup.

Kondisi ini bisa disebut dengan flow (mengalir), ketika kita mencapai kondisi konsentrasi yang membaahagiakan, maka seorang penonton tidak diperlukan. Artinya, kita sudah menikmati dan bahagia pada waktu dan tempat sekarang, sejalan dengan pilar menghadirkan diri di tempat dan waktu sekarang.

Seperti salah satu kisah yang diceritakan, tentang petarung sumo. Seorang petarung yang tingkat kemenangannya rendah biasanya akan mendapat fasilitas yang rendah juga. Namun, ada seorang petarung, yang walaupun peringkatnya terbilang biasa-biasa saja, ia tetap setia menjadi petarung sumo. Ia tidak memilih karier lain. Ternyata alasannya adalah, ia menyukai salah satu ritual dalam pertandingan sumo, bukan karena kemenangan semata.

Jika dipraktikkan, sepertinya hal ini bukanlah hal yang mudah. Sebut saja dalam dunia menulis, baik menulis buku atau ngeblog. Sudah susah-susah nulis buku tapi nggak ada yang beli, gimana rasanya? Nyesek dong. Begitu juga dengan ngeblog, sudah capek-capek nulis, eh pengunjung blog bisa dihitung jari. Gimana nih para blogger, nyerah atau lanjut?

Namun, jika menulis adalah ikigai kita, maka pasti jawabannya lanjut kan? Toh, hasil yang besar dimulai dari langkah kecil. Banyak penulis terkenal dan blogger senior juga mulai dari nol hingga pencapaiannya yang besar. Sebut saja J.K Rowling, sang penulis Harry Potter, novelnya sempat ditolak belasan penerbit, sebelum mendunia.


Kesan Terhadap Buku

Setelah membaca pilar-pilar ikigai, aku berharap penulis akan menjelaskannya satu persatu secara runut. Misalnya penjelasan dari masing-masing pilar, lalu disertai dengan kisah untuk mencontohkannya.

Namun, pada setiap baba berisi tentang kisah yang berbeda-beda dan pilar-pilar ikigai akan disiratkan dalam kisah tersebut. Dalam satu kisah ada yang membahas satu pilar, ada juga yang beberapa pilar. Selain itu, piilar yang sudah dibahas akan dibahas lagi pada bab selanjutnya. Jadi, menurutku agak tumpang-tindih.

Selain itu, ada bab yang cukup menggangguku, mungkin karena value yang berbeda. Di sana, disebutkan bahwa nilai sekuler lebih penting daripada nilai-nilai religius dalam pembentukan ikigai. Agama yang meyakini satu tuhan dianggap kurang demokratis dan terlalu ketat dan fokus pada kehidupan akhirat.

Hal ini tentu saja bertentangan dengan agamaku. Dalam agamaku, kita memang perlu mengejar akhirat. Tentu saja caranya adalah dengan beribadah dan beramal baik selama di dunia. Selain itu juga diajarkan cara agar merasa bahagia, yaitu dengan bersyukur.

Overall, buku ini cukup recommended untuk menambah insight tentang ikigai orang Jepang.









Post a Comment

3 Comments