"Ya ampun, listrik mati lagi, cucian belum selesai pula," pagi-pagi saya sudah mengeluh karena listrik padam. Di tempat saya yang sekarang, pemadaman listrik lebih sering terjadi. Bahkan, kadang sehari bisa 3-5 kali listrik padam, melumpuhkan aktivitas saya sehari-hari. Pasalnya, jika listrik mati maka koneksi internet di rumah juga mati. Padahal, bisa dibilang internet adalah kebutuhan wajib sekarang, ketika banyak kegiatan dilakukan dari rumah, work from home, juga school from home. Saat menyusun tulisan ini pun listrik sempat padam.
Di saat mengeluh karena pemadaman listrik, kadang lamunan saya terbang jauh, membayangkan jika hidup di era listrik belum merata. "Dulu, Bapak kalau belajar pakai lampu thinthir (lampu minyak)," begitu bapak pernah bercerita tentang masa kecil beliau, ketika belum kebagian listrik.
Belum lagi jika mengingat bahwa sumber listrik di negara kita sekarang masih didominasi dari energi batubara, yang merupakan bahan bakar fosil. Banyak dampak buruk dari penggunaan batubara sebagai sumber energi. Saya lebih mengerti tentang proses penambangan batubara, pengangkutannya, dan bagaimana batubara menghasilkan listrik setelah menonton sebuah film dokumenter berjudul "Sexy Killers".
Penambangan batubara bisa merusak lingkungan. Bekas penambangannya meninggalkan lubang menganga yang jarang diurus. Seringnya, lubang tersebut akan terisi air yang bisa membahayakan warga sekitar, dan sudah menimbulkan korban tenggelam. Proses pengangkutannya yang menggunakan kapal pun berisiko mencemari laut.
Berbagai polutan dihasilkan dari pembakaran batubara, antara lain nitrogen oksida (NOx), sulfur dioksida (SO2), dan partikel halus yang menyebabkan kabut asap. Batubara juga mengandung merkuri, jika mencemari rantai makanan, maka bisa berbahaya untuk kesehatan.
Batubara bukan penyebab tunggal polusi udara di Indonesia. Emisi kendaraan bermotor, pembakaran sampah, sektor industri, serta pembakaran hutan bersatu padu mencemari udara. Sejak pindah ke Riau tahun 2014, saya sudah merasakan kabut asap beberapa kali, yang paling parah adalah tahun 2015. Sekolah diliburkan, banyak penerbangan dibatalkan, dan banyak korban berjatuhan. Masyarakat di lingkungan saya menutup seluruh lubang udara di rumah untuk mengurangi polutan yang masuk. Ingin bernapas bebas pun tidak bisa.
Menurut analisis greenpeace, lebih dari 3 juta hektar lahan di Indonesia terbakar pada tahun 2015-2018. Namun, deforestasi bukan hanya disebabkan oleh kebakaran hutan. Pembangunan lahan untuk pemukiman, pertambangan, dan perindustrian juga menjadi penyebab deforestasi. Paru-paru dunia telah sakit, pasokan udara berkualitas untuk makhluk hidup pun berkurang.
Masih ada harapan untuk mengubah Indonesia menjadi lebih bersih jika kita mau bergerak. Jika tidak ada yang peduli dan bergerak untuk menyelamatkan lingkungan, apa yang akan kita wariskan untuk anak cucu kelak? Apakah segunung sampah, hutan yang sudah gundul, perubahan iklim, laut yang tercemar, dan udara yang tidak aman untuk dihirup?
Saatnya Anak Muda Beralih Ke Green Jobs
Generasi muda adalah harapan bangsa untuk mewujudkan Indonesia yang lebih bersih. Kabar baiknya, Indonesia mendapat bonus demografi pada tahun 2020 hingga 2035. Artinya, populasi usia produktif mendominasi seluruh jumlah penduduk. Jika populasi ini berperan di green jobs, maka kerusakan lingkungan yang lebih parah dapat dicegah.
Apa Itu Green Jobs?
Banyak yang masih beranggapan bahwa sektor green jobs berarti menjadi sukarelawan atau LSM yang tidak bergaji dan tidak punya prestige. Saya pun sebelumnya tidak terlalu paham tentang green jobs, sampai ikut webinar yang diadakan oleh coaction.
Menurut International Labour Organization (ILO), green jobs adalah pekerjaan yang layak dan ramah lingkungan. Kualitas lingkungan yang menurun serta semakin menipisnya sumber daya alam bisa menjadi masalah untuk masa depan. Oleh karena itu, green jobs menjadi peluang dan upaya untuk menyelamatkan lingkungan serta memperbaiki perekonomian sekarang dan masa mendatang.
Berarti green jobs itu harus jadi petani dong, kan yang menghijaukan? Adakah yang berpikiran seperti ini? Saya pun awalnya menganggap bahwa green jobs adalah pekerjaan yang berhubungan dengan pertanian atau perhutanan, pokoknya bercocok tanam.
Setelah mendengar penjelasan Kak Verena Puspawardani (direktur program koaksi) dan Kak Siti Koiromah (periset koaksi), ternyata green jobs tidak sesempit itu. Menjadi petani hanya salah satunya, apa pun profesinya, selama membantu melestarikan lingkungan maka bisa dibilang green jobs.
Kenapa Harus Green Jobs?
Awal tahun 2021 disambut dengan berbagai bencana alam di beberapa daerah di Indonesia. Sebut saja banjir yang terjadi di Kalimantan bulan lalu. Ratusan ribu penduduk terdampak, beberapa di antaranya meninggal, ribuan rumah terendam, dan belasan ribu hektar pertanian gagal panen.
Banjir tersebut merupakan salah satu akibat dari berkurangnya luas hutan di Kalimantan karena disulap menjadi lahan perkebunan. Fungsi hutan sebagai penyerap air hujan pun berkurang. Akibatnya, curah hujan yang tinggi dikambing-hitamkan sebagai penyebab banjir.
Masalah sampah juga turut andil sebagai penyebab banjir di beberapa wilayah. Masih lekat dalam ingatan ketika rumah saya berubah menjadi kolam dengan air berwarna pekat. Dini hari itu, saya terbangun lalu keluar kamar. Saat masih setengah sadar, sambil mengucek mata saya berusaha memfokuskan pandangan ke ruang tamu, sepertinya ada yang aneh.
"Astagfirullah, banjiiiirr!" Seketika saya berteriak ketika melihat air bercampur lumpur memenuhi ruang tamu. Beberapa mainan anak saya mengapung pasrah di sana. Sontak suami saya langsung bangun mendengar teriakan saya. Seumur hidup, baru kali itu saya mengalami kebanjiran.
Paginya, saya lihat alat berat terparkir di pinggir jalan. Gunungan sampah yang menyumbat selokan dikeruk. Ah, pantas saja perumahan ini sering banjir ketika hujan lebat. Berdasar data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun. Sebanyak 3,2 juta ton bermuara ke laut, dan sebanyak 10 miliar lembar atau 85.000 ton menyebar di lingkungan. Jika kita tidak melakukan perubahan, maka diperkirakan pada tahun 2050 jumlah sampah di laut akan lebih banyak dari jumlah ikan.
Kerusakan lingkungan yang menjadi sumber bencana alam tersebut adalah salah satu alasan adanya green jobs. Selain itu, tren pekerjaan di masa mendatang juga akan berubah. Teknologi yang semakin canggih, perubahan demografi, sosioekonomi, serta perubahan lingkungan memicu perubahan tren pekerjaan.
Diperkirakan pada tahun 2030 pekerjaan di sektor hijau, yaitu industri yang tidak menghasilkan tinggi karbon, akan meningkat. Apalagi Indonesia juga berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sebanyak 26%-41% pada tahun 2025, serta menargetkan penggunaan energi baru terbarukan sebanyak 23% pada 2025 dan 31% di 2050.
Tak hanya membantu mengurangi emisi gas rumah kaca yang memicu perubahan iklim, green jobs mempunyai banyak peran untuk lingkungan, antara lain:
1. Melindungi dan melestarikan ekosistem
2. Meningkatkan sumber energi selain dari bahan bakar fosil
3. Mengurangi sampah dan polusi
4. Mengurangi emisi gas rumah kaca
5. Membantu adaptasi terhadap perubahan iklim.
Beberapa Peluang Green Jobs
Waktu kecil dulu, setiap ditanya apa cita-cita saat besar nanti, jawaban yang paling sering dilontarkan adalah menjadi dokter, astronot, polisi, pilot, dan presiden. Tak ada yang salah dengan cita-cita tersebut. Saya pun menyebutkan salah satu profesi di atas sebagai cita-cita. Dulu, wawasan tentang peluang usaha masih sangat sempit. Start up, entreprenuer, apa itu? Barangkali ayah dan ibu kita juga banyak yang tidak tahu.
Kini, setelah menjadi orang tua, saya ingin memberikan wawasan yang lebih luas untuk anak saya. Bahwa peluang usaha dan berkarya sangat luas dan berkembang mengikuti perubahan zaman. Contohnya, sekarang bertambah lagi cita-cita yang disebutkan anak-anak, misalnya menjadi content creator atau youtuber. Dula mana ada, kan?
Setelah mengikuti webinar bersama coaction tentang green jobs sebagai peluang usaha anak muda, wawasan saya semakin terbuka lagi. "Wah, banyak banget peluang kerja anak muda sekarang. Nggak cuma sebagai sumber penghasilan, tetapi juga bisa membantu menyelamatkan bumi," begitu batin saya.
Perusahaan rintisan atau start up di bidang energi baru terbarukan mulai bermunculan. Apalagi dengan adanya lembaga yang membantu perusahaan rintisan tersebut, sebut saja New Energy Nexus. Jika menonton drama Korea yang berjudul "Start Up", pasti tak asing dengan "Sand Box," lembaga yang mendampingi dan memberi pendanaan bagi perusahaan rintisan terpilih. Nah, mungkin New Enery Nexus bisa diibaratkan sebagai Sand Box di bidang energi terbarukan atau renewable energy.
New Energy Nexus Indonesia berdiri sejak 2018. Di tahun ketiga berdiri, sudah banyak start up di Indonesia yang dibantu untuk berkembang. Misalnya Ailesh Power yang bergerak di bidang pembuatan energi dari limbah. Inovasi seperti ini bisa menjadi jalan keluar untuk menguraikan masalah pengolahan limbah di Indonesia.
Selain itu juga ada Sylendra Power yang membuat energy harvester, yaitu perangkat untuk memanen energi matahari lalu diubah menjadi listrik. Indonesia adalah negara tropis dengan sinar matahari yang sangat berlimpah. Jika lebih banyak perusahaan yang mengembangkan listrik bertenaga surya, maka secara bertahap ke depannya bisa menggantikan bahan bakar fosil.
"Aduh, tapi saya nggak ngerti teknologi yang begitu, gimana mau bikin start up green jobs?" Bukan hanya lulusan teknik yang dibutuhkan oleh industri green jobs. Seperti di drakor "Start Up", tak hanya Nam Do San yang dibutuhkan, tetapi juga butuh orang yang penuh ide dan kreatif seperti Seo Dal Mi untuk menjadi CEO-nya, serta membutuhkan seorang designer seperti Jung Sa Ha.
Berbagai jurusan dan profesi bisa terjun ke green jobs jika tujuannya untuk menjaga kelestarian lingkungan. Bahkan, seorang blogger atau content creator pun bisa mendukung green jobs dengan membuat content yang mengkampanyekan green jobs dan kelestarian lingkungan.
Green jobs dimulai dari diri sendiri dalam kehidupan sehari-hari
Mendukung kelestarian lingkungan tidak mesti terjun langsung ke perusahaan atau start up green jobs. Kita tetap bisa berkontribusi dalam green jobs di kehidupan sehari-hari kita. Berikut beberapa hal yang bisa kita lakukan sehari-hari untuk menjaga lingkungan:
1. Memilah sampah organik dan anorganik
Sampah organik lebih cepat terurai daripada sampah anorganik. Sampah organik, misalnya sisa-sisa makanan, jika ditumpuk begitu saja bisa menghasilkan gas metana yang berbahaya. Pada tahun 2005, terjadi ledakan hebat di tempat pembuangan akhir (TPA) Leuwi Gajah yang menyebabkan lebih dari 100 orang meninggal, serta dua desa rata dengan sampah. Ledakan tersebut disebabkan oleh gas metana dari ribuan kubik sampah yang menumpuk.
Selama ini, sampah organik dianggap tidak merusak lingkungan karena mudah terurai. Namun, jika tidak diolah dengan baik dan dibiarkan menumpuk, maka sewaktu-waktu bisa meledak. Tentu saja kita tidak ingin kejadian di TPA Leuwi Gajah terulang. Oleh karena itu, mari kita mulai memilah sampah.
Untuk sampah organik, bisa dibuat menjadi kompos. Saya baru mulai mencoba membuat kompos dari sisa-sisa makanan dan sampah organik rumah tangga. Sedangkan untuk botol-botol bekas bisa kita berikan kepada pemulung.
Kita juga bisa membuat ecobrick untuk memanfaatkan botol bekas dan sampah plastik. Caranya adalah dengan mengisi botol bekas dengan sampah plastik yang sudah dibersihkan dan dalam keadaan kering sampai padat. Ecobrick bisa dibuat menjadi kursi, meja, dinding, ruang kebun, dan masih banyak lagi.
2. Mengurangi penggunaan kantong plastik
Beberapa daerah sudah melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai. Jika di daerah kita belum ada kebijakan tersebut, tidak ada salahnya kita sadar diri untuk beraksi. Pastinya kita tidak ingin kelak laut kita dipenuhi oleh sampah plastik bukan? Yuk, mulai membawa kantong belanja sendiri dari rumah.
3. Hemat listrik
Dengan mematikan lampu, AC atau kipas ketika keluar ruangan kita sudah membantu menghemat penggunaan listrik. Selain membantu menjaga lingkungan, tagihan listrik kita juga akan berkurang. Hal yang sangat simpel untuk membantu menjaga lingkungan, bukan?
4. Memakai kertas dengan hemat dan mengganti tissue dengan kain lap
Anak saya sangat suka menggambar atau membuat kerajinan dengan menggunting kertas. Kadang, ia menggunakan kertas dengan berlebihan. Selain itu, ia juga suka bermain dengan tisu. Suatu hari, saya memberi tahunya untuk hemat kertas dan tisu.
Sebagai anak-anak, tentu rasa penasarannya sangat besar dan selalu menanyakan alasan kenapa dia harus begini dan begitu. "Kertas sama tisu itu dibuat dari kayu pohon. Kalau kita banyak pakai kertas, nanti banyak pohon ditebang," begitu saya berusaha menjelaskan dengan simpel.
Itulah beberapa hal yang saya coba lakukan untuk membantu menjaga lingkungan. Bukanlah hal besar, tetapi jika hal kecil ini dilakukan oleh banyak orang, tentu akan memberikan dampak yang besar. Dengan mengetahui peluang dan manfaat dari green jobs, saatnya anak muda bekerja untuk Indonesia yang lebih bersih.
0 Comments