Saya bertemu dengan pasien kusta untuk pertama dan terakhir kalinya adalah ketika menjalani pendidikan profesi dokter atau koas dulu. Di poli penyakit kulit dan kelamin Rumah Sakit Hasan Sadikin, saya belajar untuk memeriksa dan mendiagnosis pasien kusta. Gejalanya bermacam-macam, ada yang baru berupa kelainan pada kulit hingga adanya kelainan saraf. Setelah tamat kuliah dan praktik di beberapa klinik, saya sudah tidak pernah menjumpai pasien kusta lagi.
Dalam acara Talkshow Ruang Publik KBR pada Jumat, 29 Oktober 2021 lalu, dokter Udeng Daman selaku Technical Advisor NLR Indonesia menyampaikan bahwa ada 7 kota/ kabupaten yang tersebar di 21 provinsi belum berhasil mengeliminasi kusta. Penyebabnya ada banyak, yaitu faktor lingkungan, sosial, ekonomi. perilaku hidup bersih dan sehat, serta kepadatan penduduk.
Penderita kusta kerap mendapat stigma atau pandangan negatif dari masyarakat. Mereka dianggap memiliki penyakit aib. Tak heran banyak penderita kusta yang enggan berobat karena khawatir akan mendapat stigma tersebut. Bukan hanya pasien kusta, banyak pasien penyakit lain yang juga mendapat stigma dari masyarakat. Sudah saatnya kita melenyapkan stigma tersebut agar para pasien tak malu untuk berobat lagi.
"Kusta adalah penyakit menular dimana masih mendapat stigma yang tinggi sehingga penderitanya menyembunyikannya dan tidak ingin diketahui. Masyarakat masih menganggapnya sebagai aib sehingga penderita lambat memeriksakan dirinya." dr. Ardiansyah (pengurus Ikatan Dokter Indonesia).
Mengenal Penyakit Kusta
Kusta atau lepra adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini menyerang jaringan kulit, saluran pernapasan, serta saraf tepi. Kusta juga disebut dengan penyakit Morbus hansen.
Penularan penyakit kusta adalah melalui droplet atau percikan ludah atau dahak dari batuk atau bersin penderita kusta. Penularan bisa terjadi jika terjadi kontak erat dan lama dengan penderita kusta. Gejala penyakit kusta sangat beragam, beberapa di antaranya yaitu:
- Kulit menjadi mati rasa, tidak bisa merasakan suhu, tekanan, sentuhan, bahkan tidak merasakan sakit.
- Muncul lesi atau luka pada kulit yang berwarna pucat dan menebal pada kulit.
- Muncul luka pada kulit tetapi tidak terasa sakit.
- Terjadi pelemahan otot, terutama pada tangan dan kaki.
- Gangguan pada sistem saraf sehingga pasien tidak menyadari ketika terjadi luka atau cedera pada anggota tubuh.
Karena gejalanya yang sangat bervariasi, diagnosis kusta harus diperiksa langsung oleh dokter. Untuk memastikan diagnosisnya, dokter akan mengambil sampel dengan mengerok jaringan kulit.
Durasi pengobatan kusta cukup lama, antara 6 bulan hingga 2 tahun tergantung tingkat keparahannya. Obatnya adalah kombinasi beberapa antibiotik. Pasien kusta harus patuh dengan jadwal minum obatnya agar pengobatan bisa optimal.
Lika-liku Penanganan Kusta Selama Pandemi
Pandemi covid-19 memberikan dampak yang sangat luas. Tenaga kesehatan pun mengalami dampak yang cukup besar. Sebagai garda terdepan dalam penanganan pandemi, beban kerja para dokter meningkat berkali lipat. Bahkan nyawa pun menjadi taruhan. Sekitar 2000 dokter gugur selama masa pandemi.
Jumlah dokter di Indonesia yang masih belum memadai menjadi jauh berkurang lagi karena pandemi. Rasio jumlah dokter di Indonesia masih sangat rendah, yaitu 0,4 per 1000 penduduk. Hal itu berarti, hanya ada 4 dokter untuk melayani 10.000 penduduk. Menurut WHO, idealnya rasio dokter adalah 1 per 1000 penduduk. Panjangnya proses pendidikan untuk menjadi dokter menjadi salah satu penyebab rendahnya jumlah dokter di Indonesia.
Ditambah lagi dengan distribusi dokter yang belum merata, mengakibatkan pelayanan kesehatan yang masih timpang antara di kota besar dan di daerah terpencil. Pendistribusian dokter memang masih menjadi PR. Bukan berarti para dokter tidak mau mengabdi. Hanya saja, banyak pertimbangan jika ditempatkan di daerah terpencil, seperti masalah kesejahteraan, keamanan, keluarga, dan pendidikan. Semoga hal ini menjadi perhatian pemerintah sehingga distribusi dokter dan tenaga kesehatan bisa merata.
Jumlah dokter yang masih sangat kurang disertai dengan pandemi covid-19 juga berdampak pada masyarakat. Pelayanan kesehatan menjadi tidak optimal karena dibatasi. Masyarakat pun takut untuk ke fasilitas kesehatan seperti rumah sakit selama pandemi karena menjadi "sarang" virus.
Pasien kusta adalah salah satu kelompok yang terdampak oleh terbatasnya layanan kesehatan selama pandemi. Akibatnya, beberapa pasien terpaksa putus obat, angka keparahan dan kecacatan meningkat, serta temuan kasus menurun akibat berkurangnya surveilans. Walaupun begitu, para tenaga kesehatan tetap berupaya semaksimal mungkin untuk tetap melakukan pelayanan dengan menjalankan protokol kesehatan dengan ketat.
Strategi NLR Untuk Bebas Kusta
NLR adalah organisasi non-pemerintah yang bertujuan untuk menanggulangi kusta. Organisasi ini didirikan di Belanda pada tahun 1967 dan mulai bekerja sama dengan pemerintah Indonesia pada tahun 1975. Dalam menanggulangi kusta, NLR mempunyai program yang disebut dengn 3 zero.
Zero Transmisi
Zero transmisi atau nihil transmisi adalah upaya untuk mengendalikan dan menghentikan penularan kusta. Beberapa langkah untuk zero transmisi ini antara lain:
- Meningkatkan kapasitas wakil supervisor kusta di tingkat provinsi dan kabupaten/ kota dalam meemeriksa, mendiagnosis, memberikan terapi, memeriksa fungsi saraf, dan melakukan pencatatan & pelaporan.
- Mendirikan desa sahabat kusta untuk mencegah penularan dengan cara deteksi dini dan edukasi untuk mengurangi stigma masyarakat.
- Menghentikan penularan kusta dengan memberikan obat pencegahan pada kontak erat pasein dan komunitas yang rentan tertular kusta.
- Bekerja sama dengan dokter keluarga, dokter pribadi, klinik dan rumah sakit.
Zero Disabilitas
Program ini bertujuan untuk mendorong deteksi dini kusta agar segera terdiagnosis dan mendapat pengobatan. Dengan begitu dapat mencegah terjadinya disabilitas akibat terlambatnya penanganan. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah:
- Memfasilitasi pertemuan di desa untuk melakukan praktik merawat diri dan konseling.
- Memantau orang yang pernah mengalami kusta dengan disabilitas bahkan setelah selesai pengobatan karena disabilitas kusta dapat menjadi lebih parah.
- Melakukan konseling untuk orang yang pernah mengalami kusta yang mengalami masalah psikososial akibat penyakit kusta.
Zero Ekslusi
Zero ekslusi adalah program untuk mengurangi dan menghilangkan stigma dan diskriminasi kepada orang yang pernah mengalami kusta dan penyandang disabilitas lainnya. Upaya yang dilakukan NLR dan mitra kerjanya adalah:
- Mendirikan Mardika (Masyarakat ramah disabilitas dan kusta)
- Mengadakan proyek LEAP yang mendorong kebijakan agar penyandang disabilitas termasuk orang yang pernah mengalami kusta bisa mendapatkan pekerjaan formal.
- Proyek PADI (Prioritaskan Anak Dengan Disabilitas) yang bertujuan agar anak-anak yang pernah mengalami kusta dan disabilitas bisa mendapatkan hak dasar mereka dan dapat berpartisipasi dalam kegiatan sesuai umur mereka.
Dengan upaya-upaya yang dilakukan tenaga kesehatan dan NLR tersebut, semoga Indonesia bisa segera bebas dari kusta.
0 Comments