"Assalamualaikum, selamat datang di kelas ini. Sebelumnya, kita kenalan dulu ya. Yuk sebutkan nama, usia, dan asalnya," begitu admin kelas online digital drawing itu mengawali kelas di grup whatsapp.
Satu persatu peserta mulai memperkenalkan diri. Aku tercengang ketika ada yang masih SD. Wow, aku yang sudah jadi emak-emak ini sekelas sama anak SD, ibarat satu kelas sama keponakan.
Nyatanya, selama mengumpulkan tugas, gambarku terlihat lebih seperti gambar anak SD daripada gambar anak SD itu. Eh, bukan-bukan, mungkin gambarku malah terlihat seperti gambar anak balita wkwk. Begitulah kiranya jika orang yang nol besar dalam hal menggambar sok-sokan ikut kelas menggambar.
Untungnya aku bukan the one and only emak-emak di sana. Pelajar, mahasiswa, dan ibu-ibu ada semua di kelas itu. Usia mentornya pun ternyata 4 tahun lebih muda dariku. Tak apalah, toh aku sudah melihat portofolio karyanya yang memang bagus, membuatku tertarik ikut kelasnya.
Buatku, usia tidak masuk kriteria ketika mencari mentor. Tak apa belajar dari yang lebih muda. Justru yang lebih muda biasanya lebih up to date. Ketika mencari mentor, pemateri, atau guru, ada beberapa kriteria yang aku perhatikan, terutama untuk kelas yang berbayar. Nggak mau rugi bandar aku tuh.
Jadi, apa saja yang perlu diperhatikan ketika mencari mentor atau guru? Berikut kriteria versiku:
Latar Pendidikan
Jurusan pendidikan adalah salah satu hal yang aku perhatikan ketika mencari mentor atau guru. Misalnya, ketika ingin belajar tentang tumbuh kembang anak, maka aku akan mencari kelas yang pematerinya adalah dokter anak.
Latar pendidikan menunjukkan ilmu yang dikuasai oleh seseorang. Seorang lulusan psikologi pantas jika berbicara tentang kesehatan mental. Ia seorang dokter, pantas jika menjelaskan tentang penanganan suatu penyakit.
Walaupun sekarang banyak orang yang profesinya tidak sesuai jurusan. Ia lulusan farmasi, tapi menjadi mentor desain karena jago desain. Nggak masalah juga sih itu.
Namun, untuk beberapa tema, aku memilih pemateri dengan latar pendidikan yang sesuai. Misalnya tentang kesehatan, maka aku akan memilih pemateri yang memang background pendidikannya adalah medis.
Pasalnya, dulu aku pernah "kecolongan". Saat anakku memasuki masa MPASI, maka aku mencari sumber informasi dari sana-sini. Padahal, background pendidikanku adalah medis. Sayangnya, aku tidak belajar tentang MPASI dengan mendalam. Setelah menjadi ibu, aku baru kalang-kabut.
Aku membeli buku seputar MPASI, berselancar di internet, dan mem-follow instagram ibu-ibu yang sudah lebih berpengalaman. Saat itu, masih gencar tentang menu tunggal selama 14 hari awal MPASI. Aku pun mengikutinya. Setelah anakku sudah lebih besar, aku baru mengenal dr. Meta. Sejak saat itu aku rajin menyimak penjelasan dr. Meta di instagram. Wah, ternyata menu tunggal itu salah, dong. Aku harus bersyukur anakku tetap sehat walaupun metode MPASIku salah.
Karena itulah kita tidak boleh sembarang mengikuti orang atau trend. Apalagi jika sumbernya tidak jelas, hanya dari "katanya". Belajar boleh dari siapa pun, tapi pastikan dulu basic ilmu yang ia miliki.
Pengalaman atau Jam Terbang
"Belajarlah dari pengalaman" begitu kata pepatah. Pengalaman seseorang memang bisa menjadi guru. Terlebih jika jam terbangnya sudah tinggi.
Menurut Malcom Gladwell, seseorang bisa menjadi ahli jika sudah mempunyai 10 ribu jam terbang. Bu Septi juga pernah menyebutkan hal ini di kelas Ibu Profesional. 10 ribu jam terbang yang merupakan hasil dari ketekunan dan komitmen.
Jadi, hal lain yang aku pertimbangkan ketika berguru adalah melihat pengalaman dan jam terbangnya. Sudah berapa lama ia menekuni bidang ini sehingga cocok menjadi mentor dalam belajar?
Prestasi, Karya, atau Portofolio
Di kelas bunda cekatan Institut Ibu Profesional, aku mencari mentor belajar ngeblog. Maka, aku mencari seorang blogger dan mampir ke blognya untuk mengetahui seperti apa blognya.
Begitu juga ketika aku berniat mendaftar kelas lain, aku akan mencari karya dan portofolio mentornya. Jika ingin ikut kelas menulis, maka aku cari tahu tulisan dari pematerinya sebelum mendaftar. Begitu juga ketika ikut kelas menggambar, aku cari tahu dulu semua karya dan porftofolio mentornya.
Dengan melihat prestasi, karya, atau portofolio, maka kita bisa melihat semahir apa seseorang dalam suatu bidang. Dengan begitu, kita bisa menentukan cocok atau tidak untuk menjadi menteenya.
Itulah beberapa hal yang aku pertimbangkan ketika mencari seorang mentor, guru, atau pemateri. Usia tidak menjadi masalah, tak perlu malu belajar dari yang lebih muda asalkan ilmunya memang mumpuni.
0 Comments