Komentar dan pendapat seputa pilkada di tengah situasi pandemi terus berlanjut menuai pro dan kontra. Menggelar pesta demokrasi ketika wabah belum terkendali memang berisiko meningkatkan penularan. Kecuali jika pilkada bisa digelar tanpa ada kerumunan, misalnya secara daring. Seperti yang dilakukan di Hexagon City.
Setelah membangun hexa house, para Hexagonia menggelar pesta rakyat untuk memilih walikota Hexagon City. Karena Hexagon City adalah kota di dunia maya, maka rangkaian acaranya pun di gelar di dunia maya. Mulai dari kampanye hingga adu argumen calon walikota kami saksikan secara live di grup facebook hexagonia. Walaupun begitu, hexagonia tetap bersemangat menyambut momen ini.
Sayangnya aku tidak bisa menyimak semua kampanye para calon karena keterbatasan waktuku. Jadi, dalam menentukan pilihan aku membaca visi, misi dan program dari para calon, menyimak adu argumen dan kampanyenya di WAG masing-masing regional. Namun, dari 6 cawakot, tidak semuanya berkesempatan menyambangi regionalku, yaitu Ibu Profesional Pekanbaru.
Aku bisa memakluminya karena ada banyak regional Ibu Profesional di seluruh Indonesia dan luar negeri. Apalagi para cawakot juga adalah emak-emak macam diriku. Di tengah kesibukannya masing-masing masih mendedikasikan diri untuk mencalonkan diri menjadi kepala daerah Hexagon City. Tepuk tangan meriah untuk para calon dan tim suksesnya.
Berkenalan dengan Para Kandidat Walikota
Proses dan Keseruan Pilkada di Hexagon City
Ada serangkaian proses dalam pilkada di Hexagon City, layaknya pemilu di dunia nyata. Namun, karena dilaksanakan di dunia maya dan pesertanya pun ibu-ibu yang berintegritas, jadi tidak ada gontok-gontokan antar calon dan pendukung. Setiap proses berlangusng dengan adem, ayem, damai, sejahtera.
Dari semua rangkaian prosesnya, ada satu yang menarik buatku, yaitu ketika adu argumen. Jika selama ini kita lihat di pilkada dunia nyata, debat antar calon mungkin akan terasa alot dan panas. Namun, di Hexagon City, adu argumen antar kandidat terasa sangat kondusif.
Ketika adu argumen, ke-6 kandidat dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama membahas makna produktif sebagai ibu dan kelompok kedua membahas produktif sebagai istri. Pemaparan masing-masing kelompok sangat bagus menurutku. Setelah itu, ada beberapa pertanyaan yang diajukan kepada masing-masing kelompok.
Ketika pemaparan pendapat dan menjawab pertanyaan, semua kandidat saling kerja sama untuk menjawab. Bahkan saling melengkapi dan mendukung jawaban kandidat lain. Tidak ada yang menjatuhkan atau memotong argumen kandidat lain. Coba ya pilkada nyata bisa seperti ini haha.
Satu lagi yang menarik perhatianku, Mbak Erni sambil mengASIhi buah hatinya ketika adu argumen. Mbak Nani pun sambil memangku si kecil, terlihat sesekali si kecil bertanya ke ibunya dan Mbak Nani tetap berusaha merespon. Kami semua mamahami dan memakluminya, karena dilaksanakan malam hari ketika jam kritis para bocah mau tidur.
Hanya satu hal yang megganggu selama proses adu argumen, yaitu gangguan sinyal wkwk. Itulah kekurangan dari proses daring, tergantung dengan kuota dan jaringan. Karena susah sinyal, Mbak Elva dan Mbak Siwi sangat sedikit aku dengar pendapatnya.
Sekarang pemilihan sudah terlaksana, TPS pun sudah tutup. Dari hasil quick count (iya, ada quick countnya!) Mbak Endang dari IP Asia menduduki peringkat pertama. Tinggal proses hitung suara nanti malam. Siapapun walikota yang terpilih, semoga Hexagon City menjadi kota impian untuk menjadi rumah para bunda produktif.
0 Comments