Looking For Anything Specific?

ads header

Mengenalkan Toleransi pada Anak Usia Dini dengan Cara yang Menyenangkan

mengenalkan-toleransi-pada-anak-usia-dini


Mengenalkan toleransi pada anak usia dini tentunya perlu dilakukan dengan cara yang menyenangkan. Toleransi mungkin adalah hal yang abstrak bagi anak. "Toleransi itu mainan apa sih, Bun?" bisa jadi begitulah yang anak pikirkan, karena anak-anak pasti sangat suka bermain.

Sebagai masyarakat yang tinggal di lingkungan yang heterogen, terdiri dari berbagai suku, agama, dan kebudayaan, sikap toleransi perlu ditumbuhkan sejak dini. Apalagi aku hidup merantau jauh dari kampung halaman yang berbeda suku, bahasa, dan kebudayaan.

Dari lahir sampai lulus SMA aku tinggal di Jawa Tengah, lalu kuliah di Jawa Barat dengan budaya Sunda yang sangat kental. Sekarang aku tinggal di Riau dengan lingkungan dari berbagai suku, agama dan kebudayaan. Mulai dari Melayu, Jawa, Minang, dan Batak ada semua karena banyak perantau di sini. 

Terbiasa tinggal di lingkungan yang homogen, kemudian merantau sendiri ke lingkungan yang berbeda sempat membuatku sulit beradaptasi. Apalagi menjadi orang yang "berbeda" di tengah banyak orang. Hanya dengan mendengarku berbicara, orang langsung bisa menebak bahwa aku orang Jawa tulen.

Cara bicara yang sangat medok khas Jawa sempat ditertawakan oleh beberapa orang. "Cobalah dia disuruh daftar protokoler hahaha," begitu komentar seseorang. 

Tidak hanya itu, seorang teman juga pernah berkata di depanku dan teman lain yang juga dari Jawa, "Dulu ada orang yang ganteng, tapi pas ngomong medok. Langsung illfeel deh. Hahaha." Memangnya kenapa sih kalau medok?

Toleransi adalah sikap menghargai pendapat, pendirian, pandangan, kepercayaan, yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. (KBBI)

Kini kami tinggal di lingkungan yang lebih beragam. Anakku sudah terpapar dengan berbagai suku dan kebudayaan sejak kecil, tidak seperti aku dulu.

Tinggal di masyarakat yang heterogen membuat anakku bertanya-tanya tentang perbedaan yang dilihatnya.

"Umi, kenapa orang itu nggak pakai jilbab?"

"Umi, itu tetangga ngapain sih?" tanyanya ketika tetangga sebelah sedang mengadakan kebaktian di rumahnya.

"Umi, kenapa abang itu nggak sholat?"

Ternyata si kecil sudah mulai menunjukkan pikiran kritisnya di usia 3 tahun. Apalagi kami pernah tinggal di lingkungan orang Batak yang cara berbicaranya juga berbeda, lebih keras dan lantang. Orang yang tidak terbiasa mungkin akan mengira mereka marah-marah atau ngajak berantem padahal bukan begitu. Dengan begitu kami belajar mengerti budaya daerah lain.

Pertanyaan-pertanyaan si kecil membuatku harus belajar untuk mengenalkan toleransi pada anak dengan cara yang mudah dia mengerti. Agar anakku mengerti bahwa di dunia ini banyak sekali perbedaan dan bagaimana harus menyikapinya dengan bijak.

Namun, bukan berarti setiap hal bisa ditoleransi. Toleransi juga ada batasannya, yaitu syariat agama, norma, dan hukum. Jika jelas-jelas melanggar aturan, tentu saja tidak bisa ditoleransi.

Toleransi adalah menghargai dan membolehkan, bukan ikut campur. Dalam beragama, membiarkan  dan tidak mengganggu umat agama lain beribadah atau merayakan hari raya adalah bentuk toleransi. Bukan dengan ikut ritual ibadah atau ikut merayakan hari raya agama lain, itulah yang aku yakini sesuai dengan syariat agamaku. Berbaur tapi tidak melebur.


Cara Mengenalkan Toleransi pada Anak Usia Dini

Mengajarkan dan mengenalkan toleransi pada anak usia dini tidak bisa hanya dengan teori dan kata-kata. Bisa-bisa anak malah kebingungan.

Apalagi bagi anak usia dini di mana metode belajarnya memang harus dari yang nyata dulu. Oleh karena itu perlu cara yang mudah dan menyenangkan untuk mengajarkan toleransi pada anak. 

1. Mencari lingkungan pertemanan untuk anak yang heterogen

Di sini, tanpa mencari pun anakku sudah mendapat lingkungan pertemanan yang multikultural. Yang paling mencolok bagi anakku adalah bahasa. Banyak kosakata baru yang dia dapat dari teman-temannya di sini. 

Melalui teman-temannya anakku banyak bertanya, mulai dari fisik, kebiasaan sehari-hari hingga cara berbicara.

"Umi, si itu rambutnya keriting, lucu." Melalui perkataannya ini, aku memberi tahu bahwa warna kulit, rambut, dan fisik orang bisa berbeda-beda, tapi kita tidak boleh mengejeknya. 

"Umi, kenapa si itu nggak sholat?" Di sini aku bisa memberi pengertian tentang perbedaan agama dan keyakinan.

"Umi, si itu nyebut mukena malah telekung."  Di sini aku memberi tahu tentang perbedaan budaya dan bahasa.

Namun, lingkungan pertemanan anak juga bisa mempunyai dampak negatif, misalnya pengaruh buruk dari temannya. Oleh karena itu, tentu saja orang tua perlu tetap waspada dan menjaga anak agar tidak mendapat pengaruh negatif dari teman.

Baca juga: Dampak Positif dan Negatif Anak Bermain Bersama Teman-temannya

Perbedaan bukan hanya tentang suku, agama, budaya, dan ras. Banyak perbedaan lain yang kita temui dalam kehidupan, misalnya perbedaan selera makanan, gaya berbusana, hingga perbedaan cara berpikir dan bertindak. 

Beberapa kali anakku ngambek karena temannya tidak mau bermain sesuai dengan keinginannya. Di sinilah perlunya mengajarkan bahwa kita tidak bisa mengatur orang lain agar selalu sama dan sependapat dengan kita.

2. Membacakan buku

Sekarang akses untuk membaca buku semakin mudah. Jika sedang bokek dan tidak bisa beli buku fisik, bisa memanfaatkan perpustakaan online seperti ipusnas. Banyak juga aplikasi penyedia buku bacaan untuk anak seperti let's read, rivet, atau khan academy kids. 

Di Let's read, banyak buku dari luar Indonesia seperti cerita anak India, Myanmar, Filipina, dan masih banyak lagi. Ilustrasinya digambarkan sesuai dengan asalnya, misalnya cerita dari India maka tokohnya digambarkan memakai kain sari khas India.

Tidak hanya itu, berbagai kebudayan Indonesia juga digambarkan. Seperti cerita Anak Daro Ketek yang menceritakan pernikahan adat Minang. Tradisi, pakaian, dan berbagai makanan khas diceritakan di buku tersebut.

Membacakan buku untuk anak bisa menjadi sarana untuk quality time dan bonding dengan anak. Selain itu, orang tua juga bisa memilah bacaan yang cocok untuk anak dan menceritakan dengan bahasa yang mudah dimengerti.

3. Menonton film atau video

Menonton adalah salah satu aktivitas favorit anak. Hmm, apakah anaknya ada yang tidak suka nonton youtube? Jadi, agar screen time lebih berfaedah, pilihlah tontonan yang edukatif. Salah satunya adalah untuk mengajarkan toleransi. 

Untuk hal ini, kartun Upin Ipin bisa masuk dalam daftar. Dalam serial Upin Ipin, karakternya sangat beragam budaya dan agama. Namun, mereka tetap bersahabat dan hidup rukun.

Sekarang banyak sekali tayangan yang mengenalkan berbagai budaya, bahasa, dan tradisi dari seluruh penjuru dunia. Kenalkan anak dengan berbagai kebudayaan tersebut agar anak mengerti bahwa dunia ini dihuni oleh penduduk yang multikultural.

Mengapa Perlu Mengenalkan Toleransi pada Anak Usia Dini?

Toleransi adalah salah satu bekal hidup yang perlu dimiliki anak. Semakin bertambahnya usia, anak akan menghadapi konflik yang lebih beragam. Terlebih lagi ketika sudah dewasa, butuh sikap toleransi agar anak bisa beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda.

Ketika lingkaran pertemanan lebih luas, maka semakin banyak perbedaan yang ditemui anak. Jika tidak diajarkan sejak dini, bisa jadi anak akan kebingungan dan mengalami cultural shock.

Beberapa manfaat mengajarkan anak toleransi sejak usia dini adalah:

1. Anak lebih mudah beradaptasi

Seseorang yang mempunyai sikap toleransi akan lebih mudah beradaptasi dan berbaur dengan lingkungan yang baru. Dengan toleransi, anak bisa menerima dan memahami perbedaan dengan orang lain tanpa mencela dan menghina.

Berbeda jika anak tidak mempunyai jiwa toleransi. Anak akan merasa tidak suka, tidak nyaman atau canggung ketika berada di lingkungan yang heterogen. Akibatnya, anak akan menarik diri dan hanya mau bergabung dengan lingkungan yang dia anggap sama. 

Dengan begitu anak tidak berkesempatan belajar hal baru yang lebih luas karena hanya ingin berada di lingkungan yang homogen.

2. Bisa memaknai perbedaan dan bijak menyikapinya

Ketika anak mulai bersosialisasi, baik di masyarakat, sekolah dan media sosial, anak akan dihadapkan dengan banyak perbedaan. Yang paling banyak adalah perbedaan pendapat, buka saja twitter kamu bisa dengan mudah menjumpai perdebatan tanpa ujung karena perbedaan pendapat.

Jika perbedaan dimaknai dengan permusuhan, maka seluruh makhluk di muka bumi tidak akan hidup damai. "Kamu beda denganku, berarti kita bukan teman." Jika begitu maka dijamin kita tidak akan mempunyai teman karena tidak ada orang yang sama persis, plek-ketiplek dengan diri kita.

Karena itulah anak perlu diajarkan toleransi, agar bisa memahami perbedaan dengan orang lain dan tidak berkomentar yang bisa menyakiti orang lain.

3. Lebih mudah menjalin silaturahmi dan networking

Zaman sekarang teknologi sudah semakin maju dengan pesat. Kesempatan untuk menjalin silaturahmi dan networking tidak lagi terbatas jarak dan waktu. Bahkan kita bisa menjalin silaturahmi dengan orang dari belahan dunia lain.

Tentu saja anak akan menjumpai banyak perbedaan jika ingin memperluas networking. Jika anak mempunyai sikap toleransi akan lebih mudah baginya untuk menjalin silaturahmi dan menjaga hubungan baik dengan berbagai kalangan.

Mengenalkan toleransi pada anak usia dini memang penting untuk bekal hidup. Yang terpenting adalah contoh dari orang tua karena anak adalah peniru ulung. Jadi, sebagai orang tua perlu bijak dan berhati-hati dalam bersikap dan menanggapi sesuatu.





Post a Comment

0 Comments