Kini dunia sedang menghadapi wabah penyakit covid-19 yang
disebabkan oleh virus corona. Indonesia pun menjadi salah satu negara yang
sedang berjibaku melawan penyakit ini. Jumlah pasien yang dinyatakan positif
terus bertambah setiap harinya. Bahkan, angka kematian di Indonesia terbilang
tinggi dibandingkan negara lain. Penyakit ini sangat mudah menular, yaitu
melalui percikan ludah dari batuk atau bersin orang yang terinfeksi. Virus ini
bahkan mampu bertahan selama beberapa jam di permukaan benda. Penularan yang
sangat mudah ini membuat masyarakat khawatir. Kekhawatiran yang berlebihan dan
kurangnya edukasi yang benar tentang covid-19 membuat masyarakat memberikan
stigmadan diskriminasi kepada pasien Covid-19.
Stigma adalah pandangan negatif kepada seseorang. Belakangan ini
banyak berita yang mengabarkan penolakan jenazah covid-19 karena tertular.
Tidak hanya itu, bahkan terdapat berita bahwa seorang ODP (Orang dalam
pengawasan) mendapatkan diskriminasi dari lingkungan sekitarnya bahkan diusir.
Tenaga medis yang menangani pasien covid-19 pun tak luput dari stigma karena
dianggap berisiko tinggi untuk menularkan penyakit ini. Seharusnya kita tidak
boleh memberikan stigma kepada pasien covid-19, keluarganya, dan para tenaga
medis yang berjuang.
Kenapa kita tidak boleh memberikan stigma dan diskriminasi?
Berikut alasan kenapa kita tidak boleh memberikan stigma dan
diskriminasi kepada pasien covid-19, keluarganya dan tenaga medis.
1.
Menambah
beban psikologis
Stigma dan diskriminasi dari
masyarakat kepada pasien covid-19 ataupun tenaga medis dapat menambah beban
psikologis. Bagaimana tidak? Dijauhi dan dikucilkan tentu saja akan membuat stres. Ketika stres daya
tahan tubuh akan ikut menurun sehingga akan mengganggu kesembuhan. Daya tahan
tubuh yang menurun juga akan membuat seseorang mudah terkena penyakit.
Bayangkan jika tenaga medis yang sering kontak dengan pasien covid-19 mengalami
penurunan daya tahan tubuh, maka kemungkinannya tertular akan semakin besar.
2.
Membuat
seorang pasien enggan memberikan jawaban secara jujur saat periksa ke
dokter
Kekhawatiran akan terdiagnosis
covid-19 bisa membuat seorang pasien tidak menjawab dengan jujur riwayat
penyakitnya. Untuk mendiagnosis penyakit ini, tenaga medis akan menanyakan
gejala yang dialami serta riwayat perjalanannya, apakah pernah bepergian ke
daerah yang terjangkit. Jika pasien tidak mengatakan secara jujur, maka akan
mengakibatkan kesalahan diagnosis.
Salah satu penyebab ketidakjujuran
pasien adalah karena takut akan dikucilkan oleh masyarakat. Apa yang terjadi
jika seseorang yang tidak mengatakan kebenaran tentang riwayat penyakitnya, ternyata
menderita covid tetapi tidak terdeteksi? Dia tidak akan diisolasi dan tetap
bepergian seperti biasanya dan berisiko menulari orang lain. Sungguh mengerikan
bukan? Oleh karena itu, saat diperiksa oleh tenaga medis, selalu jawab dengan
jujur apa yang ditanyakan.
Melawan covid-19 memerlukan kerja sama dari
semua elemen, mulai dari masyarakat, tenaga medis, hingga pemerintah. Salah
satu hal yang bisa kita lakukan adalah dengan tidak memberikan stigma dan
diskriminasi. Justru kita harus saling menolong, misalnya dengan memberikan
semangat kepada pasien, memberikan makanan kepada seorang ODP yang sedang
melakukan isolasi mandiri di rumah sehingga dia tidak perlu keluar mencari makanan
dan kebutuhannya, serta memberikan dukungan dan bantuan kepada tenaga medis.
0 Comments