Desperate motherhood? Emang jadi ibu segitu desperatenya?
"Anaknya kok belum bisa jalan? Dulu anakku umur segitu udah lari-lari."
"Kurus amat anaknya?"
"Anaknya sekolah di mana? Oh di sekolah itu, kan itu bukan sekolah favorit."
"Enak banget ya kamu punya suami pengusaha sukses."
Beberapa kalimat di atas adalah contoh komentar untuk ibu yang bisa membuat sedih jika dimasukkan ke hati. Dulu saya pernah begitu, terlalu memikirkan komentar orang. Sekarang, saya berusaha untuk bodo amat jika ada yang komentar atau nyinyir. Tapi alhamdulillah jarang bertemu orang nyinyir.
Jadi desperate atau tidaknya seorang ibu sebenarnya tergantung diri masing-masing dalam menjalani perannya. Salah satu penyebab yang membuat tidak kehidupan ibu dan istri terasa tidak membahagiakan adalah membandingkan diri dengan orang lain. Tak ada gunanya melihat rumput tetangga yang selalu lebih hijau, kecuali mau bertanya pupuknya apa.
Pernahkah ibu-ibu merasa putus asa, sedih, merasa gagal menjadi ibu karena tumbuh kembang anak tidak sepesat anak lain? Padahal jika diukur dengan kurva pertumbuhan dan milestone tergolong normal. Namun, karena menjadikan orang lain sebagai standar, maka hal yang sebenarnya baik-baik saja terasa tidak baik-baik saja. Begitu juga dengan nilai pelajaran, padahal tidak remedial tapi rasanya belum puas jika belum juara satu.
Membandingkan diri, tidak mau kalah, ingin selalu unggul dari yang lain bisa menjadi sumber frustasi seseorang, termasuk seorang ibu. Kisah inilah yang diangkat di dorama "Desperate Motherhood", tentang ibu-ibu yang tidak bisa merasa puas dan cukup dengan kehidupannya sendiri sehingga tega menghancurkan kebahagiaan orang lain.
Tentang dorama "Desperate Motherhood"
Saya menemukan drama Jepang (dorama) ini ketika iseng scroll viu. Dilihat dari judulnya sepertinya drama dari negeri sakura ini bercerita tentang kehidupan ibu-ibu. Posternya pun berisi foto lima perempuan yang saling bertatapan, pasti mereka adalah tokoh emak-emaknya.
Berhubung saya sendiri adalah seorang ibu dan sekarang saya suka drama dengan genre keluarga, seperti drama korea "Hi, bye mama" juga, jadi saya coba nonton episode pertamanya. Ternyata cukup menarik, ok saya akan lanjutkan ke episode selanjutnya.
Desperate Motherhood sebenarnya dorama lama, rilis pada tahun 2011, tak heran para tokohnya masih memakai HP lipat jadul. Drama ini mempunyai 11 episode dan durasi tiap episodenya adalah sekitar 45 menit. Dorama ini menceritakan kisah lima keluarga yang mempunyai anak yang bersekolah di TK yang sama. Berikut tentang lima keluarga tersebut.
1. Keluarga Kenta
Kenta adalah anak laki-laki dan merupakan anak tunggal. Ayahnya adalah seorang karyawan perusahaan di bidang makanan. Ibunya sebelumnya adalah wanita karir, tetapi dia memutuskan menjadi ibu rumah tangga sejak pindah rumah. Keluarga mereka adalah keluarga harmonis, tidak ada hal yang disembunyikan dan mendiskusikan setiap masalah keluarga. Ayah dan ibunya saling bekerja sama dalam mengerjakan pekerjaan rumah dan mendidik anak.
2. Keluarga Sow
Sow juga adalah anak laki-laki tunggal. Ayahnya bekerja di salah satu bank dan ibunya adalah ibu rumah tangga. Keluarga mereka bisa disebut tidak harmonis karena ayahnya terlalu keras dan otoriter terhadap ibunya, bahkan urusan uang belanja sangat dihitung tiap sennya. Tak hanya itu, jika Sow dan ibunya pulang terlambat dan ayahnya sampai di rumah lebih dulu, ibunya disuruh keluar rumah dong, parah banget kan!
3. Keluarga Ayaka
Ayaka adalah anak perempuan tunggal. Ibunya adalah seorang model dan ayahnya seorang CEO sebuah perusahaan, mereka adalah keluarga yang sangat terpandang. Ibu Ayaka sangat terobsesi agar Ayaka selalu menjadi yang terhebat dari teman-temannya, sehingga aktivitasnya sehari-hari tak jauh dari belajar. Tak hanya pelajaran sekolah yang menjadi perhatian ibu Ayaka, tentang bagaimana berbicara dan bersikap juga diatur sehingga terasa sangat kaku untuk sebuah keluarga. Karena itu, suaminya tidak betah di rumah dan lebih sering keluar kota berhari-hari.
4. Keluarga Rara
Keluarga Rara berasal dari sebuah desa di Jepang. Ayah dan ibunya memutuskan pindah ke Tokyo agar Rara mendapat kehidupan yang layak. Namun, keinginan tersebut justru menjadi obsesi tidak sehat ibunya, sehingga mereka memaksakan agar terlihat kaya terlepas dari kenyataannya.
5 Keluarga Kaito
Kaito adalah anak kedua, dia mempunyai kakak laki-laki tetapi dari ayah yang berbeda. Sebelumnya ibunya pernah gagal berumah tangga sehingga menikah lagi. Namun, pernikahannya yang sekarang pun tidak terlalu mulus. Mereka terlihat harmonis, tapi saling menyimpan luka di dalamnya.
Kelima anak itu sekolah di TK yang sama, para ibunya pun saling mengenal karena anaknya satu kelas. Sebenarnya ada satu tokoh lagi yaitu keluarga Kakeru, tapi hanya di beberapa episode saja. Ibunya Kakeru adalah seorang blogger, dia suka memotret setiap aktivitas anaknya dan diupload di blognya. Suatu hari dia mengupload foto anaknya di kolam renang. Namun, di fotonya itu ada anak lain yang juga ikut terfoto, seorang anak perempuan yang memaki baju renang. Tanpa disangka, foto anak perempuan tersebut diunggah laagi oleh situs web yang tidak bertanggung jawab. Karena hal itu ibu Kakeru dikucilkan oleh ibu-ibu lainnya hingga frustasi dan mencoba bunuh diri. Setelah kejadian itu, ayah Kakeru mengajak mereka pindah ke kota lain.
Pertemanan palsu ibu-ibu
Anak-anak yang bersekolah di TK yang sama membuat ibu-ibu itu saling berteman. Bukan hanya satu TK, tapi mereka juga satu tempat bimbingan belajar atau les. Iya, mereka anak TK sudah ikut les untuk persiapan ujian masuk SD! Namun sayangnya bukan pertemanan sehat yang didapat. Mereka hanya berteman karena anak-anaknya. Beberapa ibu merasa kehilangan identitas aslinya karena sejak punya anak tidak dipanggil namanya, tapi dengan nama anaknya, misalnya mama Kenta.
Ibu-ibu tersebut sering berkumpul dan mengadakan pertemuan bersama untuk sekadar ngobrol. Tapi namanya ibu-ibu, ujung-ujungnya ngomongin anak, karir suami, kehidupan keluraga, saling banding-bandingin, lalu insecure sendiri jika anak sendiri dan keadaan keluarganya tidak sehebat yang lain.
Mereka saling mengunggulkan keluarganya, padahal sebenarnya masing-masing menyimpan duka. Walaupun ketika berkumpul bersama terlihat akrab dan baik-baik saja, tapi ternyata beberapa ibu bisa menjadi backstabber jika sudah diliputi api kedengkian.
Ketika galau dengan model pertemanan sesama ibu-ibu ini, ibunya Kenta bertemu dengan ibunya Kakeru. Di sana ibunya Kakeru mengatakan beberapa hal yang saya sangat setuju.
"Para ibu hanyalah manusia. Mereka juga berbuat kesalahan, karena kita baru di dunia ibu. Apapun masalah yang kita hadapi, kita tidak boleh meragukan diri kita," ibunya Kakeru
Ibu Kakeru berkata bahwa kita harus percaya diri menjadi ibu. Ibu Kenta pun merasa lega dan lebih percaya diri setelah itu. Namun, setelahnya dia justru mendengar kabar bahwa ibu Kakeru mencoba bunuh diri.
Melihat dorama ini saya jadi berpikir, apakah di dunia nyata benar-benar ada kelompok ibu-ibu yang seperti mereka? Rasanya ngeri juga kalau bertemu emak-emak macam mereka. Mending gak usah berteman aja aku.
Pelajaran untuk ibu-ibu dan bapak-bapak
Dari pergaulan ibu-ibu ini, serta dari masing-masing keluarganya, banyak pelajaran yang bisa kita petik. Berikut beberapa pesan dalam dorama "Desperate Motherhood":
1. Mendidik anak adalah tanggung jawab ayah dan ibu
Tugas ayah adalah bekerja mencari nafkah, sedangkan ibu mengasuh anak. Selama ini masih banyak yang mengamini anggapan tersebut. Padahal, ayah dan ibu mempunyai tanggung jawab yang sama dalam mendidik dan membesarkan anak.
Pada pertemuan dengan guru les (tempat les mereka mengadakan pertemuan ibu, ayah, juga melakukan wawancara orang tua bersama anak. Bagus sih, jadi bukan hanya fokus di akademi, tapi juga pendidikan di rumah), para ayah ditanya tentang anaknya. Apa sifat baik anaknya dan bagaimana mengatasi sifat buruk anaknya. Jika ayah jarang ikut turun membersamai anak pasti bingung mau menjawab apa.
Tidak hanya itu, guru lesnya juga mengatakan bahwa ayah harus melindungi anak dari ambisi istri. Kadang istri terlalu berambisi terhadap anak mereka. Kata-kata guru lesnya ini menyadarkan ayah Ayaka, betapa selama ini Ayaka tertekan dengan cara ibunya mendidiknya. Gurunya juga berpesan bahwa ayah harus selalu melindungi anak dan istrinya.
sumber foto: dramastyle.com
2. Pekerjaan rumah bukan tanggung jawab istri
Di lain waktu, tempat les anak-anak mengadakan pertemuan untuk para ayah. Pada pertemuan tersebut para ayah ditanya, "Bagaimana pembagian pekerjaan rumah antara suami dan istri?"
Yang kerjaannya hanya ongkang-ongkang kaki, main HP sambil ngopi pasti gelagapan mendengar pertanyaan ini. Guru les menunjuk ayah Kenta untuk menjawab. Di keluarga Kenta, ayahnya sering membantu ibunya walaupun tidak ada pembagian tugas dengan pasti. Biasanya ayah Kenta membantu mengeluarkan sampah dan menemani Kenta belajar. Hal ini juga membuat ibunya Sow merasa iri karena suaminya jangankan membantu, keberadaannya saja sangat mengganggu.
Pertanyaan tentang kerja sama ini juga membuka mata para ayah lain bahwa tugas rumah bukanlah kewajiban istri tapi harus ada kerja sama.
Kalau di keluarga readers bagaimana? Apakah ada pembagian tugas atau justru semua pekerjaan domestik dikerjakan istri? Sebaiknya mulai diskusikan pembagian tugas ini dengan pasangan ya.
3. Anak adalah cerminan orang tuanya
Anak-anak adalah makhluk yang polos. Mereka bertindak mengikuti contoh dari orang tuanya. Jika orang tuanya pendendam, maka bukan tidak mungkin anaknya juga akan menyakiti temannya karena merasa dendam. Itulah yang terjadi pada Rara.
Ibu Rara sangat membenci ibunya Kenta karena sering berbeda pendapat. Rasa bencinya memuncak ketika Kenta dan ibunya masuk ke majalah dan foto mereka terpampang satu halaman penuh. Dia merasa iri karena Rara yang ikut audisi hanya mendapat tempat di pojokan halaman.
Awalnya Rara sudah cukup bangga dengan prestasinya itu, apalagi ayahnya juga bangga. Tapi, melihat ibunya sangat marah hingga mencoret-coret foto Kenta dan ibunya, Rara ikut marah dan dendam kepada Kenta. Di sekolah dia mengajak teman-temannya untuk menjauhi Kenta bahkan memfitnah Kenta agar dia dihukum.
Rara yang polos dan tidak mengerti apa itu dendam menjadi seperti itu karena melihat ibunya. Jadi orang tua memang tidak mudah ya, kita harus selalu menjaga perbuatan agar anak mendapat contoh yang baik.
4. Ambisi terhadap anak bisa membuat anak tertekan
Saat tempat lesnya mengadakan ujian, Ayaka mendapat nilai 86 sedangkan Kenta 88."Kenta hebat," begitu kata Ayaka kepada ayahnya. Namun hal itu justru membuat ibunya tidak suka, "Apakah hal itu tidak mengganggumu? Kamu kalah dengan seseorang yang tidak ikut pelajaran tambahan," begitu kata ibunya Ayaka kepadanya.
Karena itu Ayaka menjadi tertekan. Setiap ujian dia menjadi sangat gugup dan terbebani. Hingga saat diadakan ujian lagi, Ayaka mendapat nilai 91, sama persis dengan nilai Kenta. Ternyata Ayaka menyontek jawaban Kenta dan diketahui oleh pengawas. Hal itu membuat ibunya terpukul.
"Mungkin Ayaka merasa haknya untuk disayangi menghilang jika tidak mendapat nilai bagus," begitu kira-kira nasihat guru les kepada ibunya Ayaka. Dia menjadi tersadar setelah itu, apalagi Ayaka juga menunjukkan tingkah aneh di rumah, seperti mengompol saat tidur.
Menginginkan yang terbaik untuk anak adalah hal yang wajar, pasti setiap orang tua begitu. Namun, bukan berarti harus menanamkan ambisi pribadi kepada anak hingga membuat anak tertekan.
5. Hiduplah sesuai dengan kemampuan, tidak perlu memaksakan keadaan
Ibu Rara sangat menginginkan kehidupan mewah untuk anaknya. Dia bahkan memalsukan tingkat pendidikannya dan suami ketika mendaftar les untuk Rara agar lebih dipandang. Tak hanya itu, memaksakan diri untuk tinggal di kondominium agar terlihat kaya, padahal dia mengambil yang paling murah.
Ketika Rara mengikuti audisi foto model, dia membeli banyak sekali pakaian hingga tagihan kartu kreditnya membengkak dan gaji suaminya tidak cukup untuk menutupnya. Akhirnya Ibu Rara memutuskan bekerja di bar pada malam hari. Dia meninggalkan Rara yang masih berusia 5 tahun sendirian di rumah karena suaminya juga bekerja sampai malam.
Suatu malam saat dia bekerja, Rara mengalami suatu insiden di rumah sehingga harus dilarikan ke rumah sakit. Rara justru merasa senang berada di rumah sakit, "Aku selalu bisa bersama mama jika dirawat di rumah sakit," begitulah alasannya.
Rara tidak pernah mengharapkan segala kemewahan yang diusahakan ibunya. Dia hanya ingin menikmati kebersamaannya bersama ibunya. Akahirnya mereka memutuskan kembali ke desa dan memulai kehidupan sebagai petani.
6. Setiap keluarga mempunyai masalah masing-masing, tak perlu saling cemburu
Rasa cemburu, iri, dengki bisa mendorong perbuatan yang tidak pernah diduga. Ibunya Rara mengadu domba ibu Kenta dan ibunya Sow, dia juga menyebarkan gosip tentang hubungan gelap ibunya Ayaka dengan salah satu guru TK ke seluruh ibu-ibu TK. Hal itu semata karena dia merasa direndahkan oleh ibunya Ayaka.
"Daripada membuat orang lain terlihat rendah, lebih baik fokus menciptakan kebahagiaan untuk keluargamu sendiri," Ibunya Kenta kepada ibunya Rara.
Ibunya Kaito, yang selama ini paling dekat dengan ibunya Kenta ternyata juga menyimpan rasa cemburu. Dia menawarkan ibunya Kenta untuk mengantarkan formulir pendaftaran SD anak mereka karena ibu Kenta harus menjenguk ayahnya yang sakit. Namun, ternyata ibu Kaito justru merobek formulir pendaftaran Kenta. Hal itu diketahui oleh anak pertamanya. Mengetahui perubahan pada ibunya, anak pertamanya sungguh kecewa dan marah. Ibu Kaito cemburu dengan keluarga Kenta yang harmonis, sementara hubungannya dengan suaminya di ujung tanduk. Suaminya selingkuh dan ingin bercerai dengannya.
Keluarga Kenta yang paling harmonis pun tak luput dari masalah, ayah Kenta diPHK dan berbulan-bulan berusaha melamar pekerjaan tapi tidak mudah. Awalnya mereka bertengkar karena ayah Kenta menyembunyikan hal tersebut. Pada akhirnya mereka kembali saling mendukung dan berjanji untuk tidak menutupi sesuatu walaupun kabar buruk.
Menikah, membangun rumah tangga, dan mendidik anak bukanlah hal yang instan dan mudah. Perlu proses panjang dengan berbagai cobaan yang perlu dihadapi. Oleh karena itu, kerja sama dengan pasangan adalah hal yang harus selalu dilakukan.
Di akhir episode, guru les anak-anak memberikan petuah berikut:
"Menjadi ibu bukanlah suatu kompetisi dengan ibu lain. Ibu harus melindungi anak dan keluarganya. Ayah dan ibu punya tanggung jawab untuk melindungi anak."
0 Comments